Serupa
jalan sebuah pencarian,
Langkah
kalut dan ekspresi getir tak harus digambarkan tatih pada pinggiran jalan, yang
sering menjadi favorite view untuk
mengundang iba.
Segelas
kopi di atas meja yang tak tersentuh bisa bercerita tentang ini,
Berisik
pagi terdengar, bukan hari yang meraung—manusialah yang mengerang.
Tiba
pada satu titik,
Setelah
malam dilewati, menjumpai garis pagi, yang tak kunjung menjadi tepi; sebuah
peraduan untuk lelap—harusnya malam yang menjadi kawan.
“Seharusnya
selesai..” Hempas, gumam hampa untuk
menyudahi aktivitas demi tugas tak tuntas.
Aku
mengenal subuh ini,
Suara
riuh—nuansa dingin embun yang menjadi khas, “Sudah pasti menjadi awal yang baik..”.
Ia
berlalu, dalam ringkuk rana yang tak pasti, tatapan kosong sambil mengusap
layar handphone.
“Tak
kunjung pagi kujumpai..”. Pungkas.
Mengakhiri
gerak, walau tanggung jawab masih belum terpenuhi.
Entah gulana dalam rasuk lelah,
Apakah
resah atas gundah yang tak berarah,
Sekali
coba mereka, tak juga suara membentuk suaka.
Pagi
merona, kami hanya bisa tertawa.
Senang dengan kata "riuh", ya?
BalasHapusMungkin. susah untuk menyampaikan suatu situasi "riuh dengan padanan lain, aku selalu berpikir tentang arus sungai, jadinya "riuh" yang tepat untuk aku gunakan :)
Hapus