Kamis, 06 April 2017

Sebuah Catatan Subuh



Serupa jalan sebuah pencarian,
Langkah kalut dan ekspresi getir tak harus digambarkan tatih pada pinggiran jalan, yang sering menjadi favorite view untuk mengundang iba.
Segelas kopi di atas meja yang tak tersentuh bisa bercerita tentang ini,
Berisik pagi terdengar, bukan hari yang meraung—manusialah yang mengerang.
Tiba pada satu titik,
Setelah malam dilewati, menjumpai garis pagi, yang tak kunjung menjadi tepi; sebuah peraduan untuk lelap—harusnya malam yang menjadi kawan.
“Seharusnya selesai..” Hempas,  gumam hampa untuk menyudahi aktivitas demi tugas tak tuntas.
Aku mengenal subuh ini,
Suara riuh—nuansa dingin embun yang menjadi khas, “Sudah pasti menjadi awal yang baik..”.
Ia berlalu, dalam ringkuk rana yang tak pasti, tatapan kosong sambil mengusap layar handphone.
“Tak kunjung pagi kujumpai..”. Pungkas.
Mengakhiri gerak, walau tanggung jawab masih belum terpenuhi.
            Entah gulana dalam rasuk lelah,
Apakah resah atas gundah yang tak berarah,
Sekali coba mereka, tak juga suara membentuk suaka.
Pagi merona, kami hanya bisa tertawa.

2 komentar:

  1. Senang dengan kata "riuh", ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin. susah untuk menyampaikan suatu situasi "riuh dengan padanan lain, aku selalu berpikir tentang arus sungai, jadinya "riuh" yang tepat untuk aku gunakan :)

      Hapus

o
n
o
t
r
a
H
y
k
g
n
e
H