(Teruntuk yang tidak dikenal)
Dia terus mencari. Tidak tahu apa
yang ia cari. Secangkir kopi. Seteguk lembut caffeine kala suntuk menguasainya. Senyata aroma kopi yang dihirup.
Sekuat ilusi pikat kenikmatan penggila hidup. Serumit itulah perasaan dan
pencarian yang ia lakukan.
“Diana..”
Nama itu disebutkan oleh seseorang pada sisi jalan sana.
Gadis
itu segera menoleh, dengan ekspresi datar, butuh satu detik kira-kira hingga ia
mulai melukiskan senyum pada wajahnya, memperlihatkan lekuk bibir yang
mempertontonkan sedikit deretan gigi. Matanya kembali mengarah pada kertas yang
terhampar di depannya, di atas meja. Pinggir jalan ini, sebuah meja dan kursi
tempat mengusir suntuk, tempat mengarungi banyak petunjuk akan sebuah
pencarian. Diana memilih tempat ini, sudah lama ia menghabiskan banyak waktu
bersama tempat tongkrongan pinggir
jalan ini.
“Udah dari tadi di sini?” Tanya seseorang yang mendekatinya dan mengambil posisi duduk di samping Diana.
“Iya..” Balas Diana seadanya. Matanya dan fokusnya tetap pada selembar kertas di hadapannya. Pada tangan kanannya ia menjentik-jentikan sebuah pulpen dan membuatnya bergoyang ke depan dan belakang, seolah ditarik-ulur angin. Pulpen terus dibuat menari, matanya tetap pada kertas putih polos di hadapannya. Sesekali ia mendekatkan pulpen pada tangannya pada kertas tersebut, seperti akan menuliskan sesuatu, namun, dalam sekejap juga ia diserang ragu, kemudian memilih untuk tidak menaruh tinta tulisan pada kertas polos di hadapannya kini.
“Hey..” Seseorang di sampingnya menggerakan tangan di depan wajah Diana untuk mengalihkan fokusnya. “Aku juga di sini lhoo..”
Diana melirik sejenak dengan bola matanya ke arah sosok di sampingnya.
“Pernah kehilangan sesuatu?”
“Hah?” Dengan raut wajah kebingungan sosok di sampingnya kini tampak berpikir. “Hmm.. pernah, kehilangan apa dulu ini?”
“Kehilangan sesuatu yang tidak pernah kamu miliki.. bahkan yang tidak kamu ketahui mungkin..”
“Aneh..”
“Iya, aneh.. hmm, lupain aja..” Diana menghela nafas.
“Pencarian, gimana bisa nyari kalau engga tahu apa yang dicari..” Sambung sosok tersebut.
Sudah
tidak asing pertanyaan-pertanyaan aneh selalu Diana hadirkan saat-saat seperti
ini. Baginya hidup adalah pertanyaan, yang perlu ditanyakan terus-menerus
hingga akhir. Entah, kapanpun akhir tersebut.
“Pencarian. Kamu sebenarnya mencari sesuatu dalam hidupmu, yang kamu sendiri tidak tahu apa itu, tetapi kamu tahu itu berharga dan kamu merindukannya dengan sangat, walaupun kamu sendiri belum pernah memilikinya..” Diana menjelaskan.
Angin berhembus, menghempaskan dedaunan kering di pinggir jalan raya itu.
Di
bawah naungan pepohonan rindang dan pada sebuah bangku dan meja tempat teduh
itu.
Dua
sejoli bercakap-cakap hal-hal yang aneh,
Menceritakan
banyak pertanyaan yang tidak terjawab, semakin ditanya semakin rumit untuk
dipahami.
“Mungkin batas kita hanya untuk merindukan saja, bukan untuk mendapatkan..” Balas sosok tersebut.
“Atau, kita akan mengerti dan tahu, saat kita sudah mendapatkannya..”
“Seperti?”
“Entahlah..” Diana menggeleng kecil, meletakan pulpen di atas meja dan kembali menghela nafas.
“Seperti mencari seseorang yang tidak dikenal namun dirindukan atau membuat kelakuan bodoh, seperti menulis surat cinta buat seseorang yang tidak dikenal, bahkan belum pernah dijumpai..” Dengan senyum tipis sosok tersebut menatap Diana.
“Mungkin..” Diana membalas tatapan tersebut.
“Kamu kebanyakan minum kopi kayaknya, aku pernah baca kalau kebanyakan minum kopi bisa buat pikiran kacau..” Sosok tersebut terkekeh, sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan meletakannya di atas meja.
“Air putih?” Diana bertanya.
“Biar engga selalu ngerasain yang pahit-pahit..” Balasnya.
“Aku engga kebanyakan minum kopi, segala sesuatu yang berlebihan pastinya akan tidak baik kan?”
Diana mengetuk pelan dengan jarinya pada permukaan meja.
“Minum aja, kamu kelihatannya kecapekan..” Sosok itu mendekatkan sebotol air mineral kepada Diana. Ia hanya merespon dengan snyum tipis dan mata yang terus menerawang kosong ke depan.
Lagi-lagi, pepohonan menggoyangkan ranting-ranting kecilnya dan dedaunan kering menari diusik angin siang ini.
Terjadi keheningan sejenak. Waktu seakan berhenti, hanya terdengar ketukan kecil dan suara halus dari permukaan meja yang ada di hadapan Diana dan ‘teman’nya.
“Aku seperti sedang mencari sesuatu yang tidak aku ketahui..” Diana memecah keheningan sejenak dengan suara yang lembut, hampir tidak terdengar karena hembusan angin.
“Kadang pencarian tidak berhasil kalau sendirian..”
“Maksudnya?”
“Kita butuh teman atau rekan, orang yang punya tujuan sama dan mengenalmu, ini seperti mencari sebuah harta karun yang sama-sama tidak diketahui dalam petualangan, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu menemukan harta karun rahasia tersebut..”
Sosok
tersebut menarik nafas dan melepaskannya dengan ekspresi seolah baru saja terbebas
dari hal yang mengekang. Ia terkekeh kecil.
“Kamu butuh teman” Sambungnya.
Diana kembali meraih pulpen yang ia lepaskan tadi.
“Kalau begitu aku akan menuliskan surat kepada temanku itu, untuk kami bersama menemukan apa yang ingin kami cari, sesuatu yang tidak kami ketahui bahkan yang tidak pernah kami miliki..” Diana menghentikan tangannya untuk menulis.
“Rekan gila dalam pencarian misterius..”
“Dengan apa harus kusebut dia dalam suratku?”
“Tuliskan saja apapun itu.., sampaikan kepadanya tentang pencarianmu, semoga dan semoga saja ia mengerti” Ungkap sosok tersebut.
“Teman? Atau rekan?”
“Apa bedanya? Kalau ia bisa menjadi apa saja, yang penting ia bisa menjadi kru sepetualanganmu dan bisa mengerti mimpi yang kamu rindukan, dia bisa jadi apa saja dan siapa saja”
“Teman yang tidak dikenal, aku harus menyebutnya apa..” Diana bertanya dan terlihat sedang berpikir.
“Kepada seorang yang tidak dikenal” Sambung sosok tersebut.
Diana menuliskan kalimat pada kertas di hadapannya.
Temani aku dalam pencarian panjang ini,
Jangan
abaikan aku sekali saja, karena kita adalah nahkoda dalam lautan bimbang ini,
Temukan
aku segera, sadarkan aku jika melupakanmu
Teman
seperjalanan,
Kembalikan
ingatanku.
Kepada
kamu, teman, rekan, sahabat, saudara, keping jiwaku.
Seorang
yang tidak kukenal.
Diana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar