Awal Baru
Ini
adalah hari yang biasa. Matahari menyapa dengan hangatnya, pagi yang cukup
indah. Ini hari yang biasa, seperti yang lumrahnya terjadi.
Ia tak pernah sesiap ini, tak pernah
ia mengambil komitmen sebesar ini. Sebuah sepeda motor. Sebuah rumah sederhana
berukuran 8x6. Dua hal itu bertempat di atas tanah pusaka terakhir yang ia
miliki; warisan dari kedua orang tuanya. Sebagai ganti dari hal itu, 15 hektar
tanah di rimba sana, tempat nenek moyangnya dulu berladang habis diberikan pada
perusahaan kelapa sawit. Itulah gantinya. Tak pernah ia segugup ini. Sisa dari
pembangunan rumah dan pembelian sepeda motor, ada 5 juta sebagai modal awal di
perjalanannya ini. Tidak, ia tidak sendiri lagi. Sebentar lagi akan berdua. Maaf,
bertiga, nantinya mengarungi perjalanan panjang yang disebut hidup.
Di kursi depan ruangan itu ia duduk
menunduk. Gugup dan keringat bercucuran deras, tak tahu apa yang bisa ia
perbuat untuk menghentikan keringat deras dan detak jantung yang tak menentu. Terdengar
suara langkah pelan di belakangnya, terus mendekat hingga tiba di sampingnya. Ia
menoleh. Nampak kekasih pujaannya menatap ia sekilas, sedikit tersenyum,
kemudian duduk di sampingnya. Keduanya sekarang memperhatikan ke arah depan,
dimana seorang lelaki umur 40an akan memberi mereka banyak petuah.
Bukankah
ini hari yang biasa saja?
Mengapa
terasa cukup asing untuk dihadapi?
Detak
jantung baru telah ada dalam diri kekasihnya itu. Cahaya baru mungkin telah
menyinari hidup keduanya kini, walau terlalu awal bagi mereka menerima anugerah
yang tak semua pasangan mendapatnya.
Duduk
diam. Berpindah ke panggung pengantin yang sudah disiapkan sehari sebelumnya. Tersenyum
dan bersalaman kepada kerabat yang terus berdatangan dan memberi ucapan
selamat. Tertangkap beberapa bisik yang menuding pada perut kekasih di
sampingnya ini. Keduanya coba untuk tersenyum. Malam tiba, seharian yang penuh
lelah diakhiri pukul 23.00.
“Capek
ya?” Ia coba mendekati kekasih yang kini telah menjadi isterinya.
“Iya,
capek” Nanar tatapan wanita itu, mencoba sedikit tersenyum walau lelah dan
penat ia rasa.
Lelaki
yang kini sah menjadi suaminya mengusap pelan perut perempuan yang sedang mengandung
buah cinta keduanya.
Apalah
arti cinta yang terlanjur ternoda? Tak ada hakim yang bisa memberi solusi
keadilan dan bisa pisahkan ikhlas rasa bercampur nafsu. Apakah nafsu, apakah
cinta, jika keduanya telah sepakat dengan apa yang mereka perbuat. Komitmen? Apa
bisa dikata, bukan juga pelanggaran jika keduanya sudah sering sepakat untuk
terus bersama dalam lingkar yang kita tahu tidak-seharusnya-terjadi, tapi itu
terjadi, bukan?
Di bawah atap rumah sederhana itu,
bukan pertama kali mereka bersama seperti ini, tapi inilah kali pertama
keduanya berdampingan di atas tempat tidur sebagai suami-isteri. Di bawah
taburan bintang yang menghiasi angkasa gelap malam itu. Angin sesekali berhembus
menggelitik, semakin erat pelukan suami-isteri itu. Suara jangkrik dan hewan
malam lainnya menjadi latar momentum baru ini. Apakah yang baru?
Sebab
tak ada yang baru di bawah langit ini, kita hanya perlu tahu dan menyesuaikan
dengan apa yang telah ada, mungkin. Tak bisa simpulkan lebih akan segala
perkara, setidaknya kita terus berjalan dan belajar dari apa yang telah menjadi
sejarah tiap insan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar