Jumat, 03 Mei 2019

Tentang Cinta

Jadi Apa?



Empat hal sakral nan keramat. Aspal, hutan, lorong belakang sekolah dan persimpangan yang terdapat kios-kios jualan berjejer.
            Aspal. Jalur hitam mengkilap yang nama batu dan senyawa apakah campurannya itu, tidak ada yang mau membuang keseriusannya untuk sekedar tahu dari apa ia terbuat dan bagaimana susunan komposisinya hingga bisa menjelma rupa segaris hitam membelah beberapa desa dan kota ini. Apalagi oleh si Andi, yang sejak tadi bertengger tenang, sambil mengisap sebatang rokok, sesekali ia hisap sekumpulan nikotin dalam bentuk asap mengepul dan menghembuskannya. Celana biru panjang dan baju kemeja putih serta dasi yang digantungkan pada kerah seragam sekenanya saja melambai dan bergerak kala angin menyapu dari sisi ujung jalan sana. Ia nampak asyik dengan dunianya sendiri, celingak-celinguk, entah apa yang ia harapkan dari tempat sekitar ia duduk. Sesekali tangannya menggaruk kepala dan merapikan jambul ala emo yang ia banggakan dengan sisi jatuh miring ke kiri itu. Gayanya santai, tak peduli apapun juga kecuali kesenangan sendiri.

Kadang terlintas pikirannya akan kedua orang tua yang sudah menyengkolahkan sejauh ini. Ah, apalah daya, di kelas II salah satu sekolah kejuruan terbaik di kotanya, ia kehilangan minat dan lebih suka membolos. Tanpa absen ia menista seragam dan nama pendidikan yang ia bawa itu untuk sekedar nongkrong bersama teman-teman satu ‘aliran’ bolos atau merokok. Semuanya ia lakukan hingga jam sekolah yang membosankan baginya berakhir.

Membolos sendiri bukannya membabi buta dan amatiran, Andi sangat hafal akan jam masuk, istirahat dan jam pulang sekolah. Dari rumah ia akan berangkat seolah pergi belajar, namun pada persimpangan arah sekolahnya itulah ia memilih jalan yang berbeda. Inilah ia pada sisi jalan aspal ini. Menunggu.

            Dua orang ‘kawan-seperbolosan’nya terlihat datang dengan sebuah motor matic yang mereka tumpangi, sama dengan aliran menista seragam dan ikhtikad baik para orang tua untuk menyengkolahkan dan memberi anak-anaknya hak akan pendidikan, mereka juga membelot dari tujuan mulia itu dan tanpa absen juga untuk hadir di sisi jalan ini. Bagi mereka inilah ‘sekolah’.

            Sama dengan gaya dan penampilan eksentrik masing-masing, keduanya cukup kompak dengan tampilan rambut cepak, berseragam rapi, lengkap dengan dasi dan baju masuk dalam celana. Ikat pinggang; tipekal anak baik-baik dilihat dari luar. Entah apa yang menjadi kesepakatan mereka untuk senantiasa kompak dan tekun membolos bersama-sama.
“Ada barang?” Juki menepi dan mematikan mesin sepeda motornya.
Andi menyodorkan sebungkus rokok.
“Apa program hari ini?” Ihsan juga mengambil sebatang rokok, membakar dan menghisap dalam kepulan nikotin tersebut.
“Tunggu jam pulang aja”
“Lapar aku,eh..” Ihsan mengusap perutnya dan menyeberang ke arah kios sisi jalan seberang, memesan mie rebus komplit dengan telur, kemudian segera disusul oleh kedua temannya.
Sudah seperti kebiasaan dan selalu terjadi, ibu pemilik kios tersebut akan mengomel serta mencoba memberi nasehat kepada ketiga pemuda ini untuk jangan membolos dan mulai memikirkan masa depan mereka dengan serius.
“Untuk apa bolos terus, engga kasihan orang tua sudah biayain kalian dengan susah payah, kok malah bolos sekolah terus kerjaan kalian ini..” dan seperti biasa, ketiganya acuh dengan sikap masing-masing, kadang Ihsan menunduk dalam, sambil menikmati sarapannya menyimak omelan ibu warung, Andi sibuk dengan game online yang ia mainkan, Juki menyeruput pelan kopi hitam atau es yang ia pesan untuk menghabiskan waktu bersama kedua temannya di warung ini, kadang juga ketiganya menyahut dengan nada ejekan pada nasehat yang selalu ibu warung sampaikan.
“Engga apa-apalah, tante.. menikmati masa muda ini” Juki menjawab dengan senyum jahil.
“Habis masa muda kalau cuma untuk membolos aja..”
“Enggalah, nanti ada batasnya juga..”
“Iya, tante.. kanssas kami ini”
“Apa itu KANSSAS?”
“Kami Anak Nakal Suatu Saat Akan Sadar” Ketiganya pecah dalam tawa. Ibu warung hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya sambil melayani pelanggan lain yang datang.

*
“Kenapa ya, kita suka bolos?” Ihsan mulai berpikir sambil senyum tipis ia bertanya usil pada kedua temannya.
“Bosan di sekolah”
“Iya aku benci juga pelajarannya, susah semua” Juki menjawab sekenanya.
“Kalau aku untuk temani kalian berdua aja sebenarnya” Andi menjawab acuh sambil memainkan game online di hpnya.
“Bohong aja, tapi kamu harusnya betah di kelas” Ihsan mulai serius.
“Apa emangnya yang buat betah?”
“Banyak cewek cantik di kelasmu”
“Biar aja sudah, cewek kelas lain juga cantik-cantik”
“Iya juga, tapi lebih cantik cewek-cewek di kelasmu” Juki mulai bergabung dalam perbincangan random pagi ini.
Dan mulailah perbincangan serius nan nyeleneh oleh ketiganya.
“Kalo aku sih pasti betah kalo banyak yang cantik begitu” Ihsan mengusap-usap tangannya seolah akan mendapat harta karun.
“Iya, untung aja bukan kamu, nanti jadi juara satu umum lagi” Andi nyeletuk. Disambut cengir oleh Juki.
“Apa salahnya memperbaiki diri..” Ibu warung menimpali, “jadikan cewek cantik di kelas untuk motivasi ke sekolah dan rajin belajar engga masalah kok..” Sambil terus Ibu warung menyiapkan beberapa pesanan pelanggan yang datang.
“Berubah ya?” Juki menggaruk pelan keningnya sambil memperhatikan segelas minuman di hadapannya.
“Kira-kira jadi apa kita nanti ya?” Timpal Ihsan.
“Orang kaya kalo aku, engga tau kalian..” Andi membalas sambil meletakan hp yang selalu ia mainkan.
“Gimana bisa kaya, kalo sekolah bolos terus..” Ketiganya menertawakan ironi mereka sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

o
n
o
t
r
a
H
y
k
g
n
e
H