Kamis, 02 Mei 2019

Surat Cinta



Tak ada  kesunyian yang lebih pilu, jika disandingkan dengan bungkamku saat dipengaruhi inginmu.
Blackberryku berbunyi. Segera kuperiksa, terdapat pesan melalui BBM olehnya.

Dios : Lagi sibuk?
Dios : Bisa ke pelabuhan ga?
Dios : Ping!
Dios : Ping!
Nadia : Iye, bawel ah.
Nadia : Kenapa lagi?
Dios : Nanti dikasih tau, ini mau cerita.

            Tak ada sunyi yang lebih pilu dari ini. Tak ada perintah yang lebih dibenci selain ini. Tiap kali kau jatuh hati, kisah itu diutarakan padaku. Tiap masa duka kau dikhianati cinta, berita itu juga yang aku terima.

“Kamu yang pertama tahu tentang ini,” Mulainya saat kutelah tiba di pelabuhan, tempat kami biasa duduk menikmati udara malam atau sekedar bertemu teman-teman sekitaran kota ini. Dios melengos, seolah melepaskan sekaligus mencoba merelakan hal terbesar dalam hidupnya. “Kami udah putus, Nad”.

Aku sangat tahu tentang ini, dia menyebutkan akhir rajut asmaranya dengan Dela, yang baru sebulan ini menjalin hubungan dengannya. Sejak awal ketertarikannya pada Dela pun, aku tahu. Cuma aku yang bisa diajak bicara dan pendengar yang baik, selalu begitulah ungkapnya. Tak heran, mungkin hampir semua hal tentang Dios sangat aku kenal. Kepribadiannya, kelemahannya dan.. kehidupan asmaranya.

            Malam itu ia mengisahkan tentang perpisahannya dengan Dela siang tadi. Aku terdiam dan mendengarkan semua ocehannya, seperti biasa. Seperti kisah ia sebelumnya yang kandas hubungan dengan Tita, Mona, Tika, Devi, Dina, Ruth, Dilla, Melisa, Meli, Lisa, Erma, dan Jeni.. juga.. ada beberapa nama yang aku sudah lupa siapa saja.

Selesai mencurahkan kisahnya ia menoleh kepadaku seperti pada saat-saat patah hatinya yang biasa.
“Makasih ya udah datang, maaf ngerepotin terus, Nad.” Ia tersenyum tipis padaku. Kubalas dengan anggukan kecil, “Yuk ah, pulang.. Udah jam segini” Ajakku padanya agar tak berlama-lama diterpa angin malam ini, suasana yang cukup menggetarkan badan karena angin malam yang terus menerus menerpa dan mengusik dengan hawa sendunya.

            Tak ada sendu yang lebih dalam dari ini, selain menjadi kawanmu pada patah hati, kemudian kita dipertontonkan malam pada dunia, diusik angin sepi yang mencibir dan.. yang mengatur cinta cekikikan melihat momentum lumrah baginya. Tepat seperti ini. Jika boleh kumiliki kekuatan mengalahkan dewa, yang pertama akan kuhajar adalah Cupid, sebab ia sangat merajalela, sesukanya saja menabur benih cinta tanpa mau memudahkannya. Yah, apalah .. itu hanya sebuah mitologi.

            Pertengahan malam ini aku habiskan sebentar untuk sekedar menulis pada blog pribadiku, sebuah tempat yang sudah lama aku kelola untuk mencurahkan kesah juga ide-ide kecilku. Selesai menyampaikan puisiku malam ini, aku menutup laptop dan pergi tidur. Kuharap tak hujan dan harapku esok hari yang cerah, cukup cerah untuk menyegarkan jiwa yang disekap sendu.
*
Semalam mimpiku menari bersama bintang,
Semalam aku berangan menjelajahi angkasa.
Bercengkrama dengan angin-angin bahagia yang selalu tertawa di atas samudera dan daratan raya.
Inginku bersama alam menyuarakan catatan-catatan peradaban.
Ah, semalam.. begitu tak karuan aku menaruh angan,
Nyatanya semalam aku hanya berada pada sebuah sampan.
Sampan angan. Sampan impian.
Diterlantar. Terombang ambing dalam topan perasaan.
Perasaan yang terpendam.
Semalam aku bermimpi,
Bersama bintang. Semoga bintang bisa hilangkan duka, tentang rasa lama yang selalu tersimpan.

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

o
n
o
t
r
a
H
y
k
g
n
e
H