Masih
ingat dengan perjumpaan awal?
Saat
meja merah tua digerogoti usia bertengger dan kursi lapuk abu-abu bercampur
bercak-bercak hitam menjadi tumpuan.
Adakah
tersimpan cuplikan dalam benak dan ingatmu,
Masa
jumpa kedua saat lepas dan berlari dari pekat asap menuju sejuk alam?
Aku
bertanya, kamu ingat masa pertama bercengkrama, di bawah penerangan remang
cahaya oranye?
Mungkin
aku terlalu banyak mengingat, tapi hadirkah dalam cuplikan hidupmu, masa dimana
bahuku menjadi tempat sandaran, saat matamu menjadi lautan luas yang ingin
kuarungi rahasianya.
Maaf, aku bimbang di tengah
perjalan,
Maafkan kalut menyerang,
disertai demam—merasuk hingga ke tulang, radang.. aku hanya meradang
Maafkan siang tidak menjadi
kawan,
Ampuni malam jika tidak
menyempatkan setidaknya sebatas bayang,
Biarkan pagi melepas kabut,
kala embun turun, biarkan sejuknya menyegarkan,
Maafkan,
Maafkan aku menjadi bimbang,
Tidak kutemukan kawan,
Saat aku berlabuh dalam
peraduan,
Lautan tidak bernaung dalam
tatapan,
Maafkan mata tidak lagi
menikmati angkasa—tidak kujumpai penyegar asa,
Karena cinta bukanlah lagi
sang penguasa,
Maafkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar