Sejak kecil hingga dewasa, manusia
mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi dan menjalin komunikasi dengan
sesama. Dalam proses komunikasi dan interaksi yang ada, bahasa digunakan
sebagai media untuk menyampaikan suatu pokok pikiran atau maksud seseorang.
Penggunaan bahasa sehari-hari sudah lumrah dilakukan untuk bercakap-cakap, baik
dalam situasi formal maupun informal, dalam keluarga, masyarakat, teman bergaul
hingga lingkup lintas budaya.
Dalam
curahan kali ini aku membagikan tentang sebuah pengendali yang menghasilkan
atau bisa dikatakan sebagai sumber dari tiap bahasa, ucapan dan dialek-dialek
unik etnis bahasa di seluruh dunia. Jika membicarakan tentang komunikasi dan
bahasa pastinya akan berkaitan dengan apa yang bisa menghasilkan bunyi dari
bahasa itu sendiri.
Lidah.
Bagian tubuh yang satu inilah yang menjadi sumber atau penghasil bunyi dalam
pengungkapan bahasa.
Dalam beberapa waktu ini aku
memperhatikan perubahan-perubahan bahasa atau gaya komunikasi yang
teman-temanku, juga lingkungan di sekelilingku alami.
Pembahasan kali ini adalah mengenai kekuatan lidah
dan perubahannya dalam mengekspresikan suatu gaya bahasa.
Jika kembali pada masa sekitar tiga
tahun lalu, aku masih ingat saat pertama kali datang ke tempat ini, dengan gaya
bahasaku yang masih sangat kaku menurut orang-orang di kota ini, karena dialek
juga penggunaan kata “aku dan kamu”
untuk merujuk pada diri sendiri dan lawan bicara pertama dalam percakapan, sementara
mereka terbiasa menggunakan “Gue dan
elo/elu” dalam percakapan.
Adanya rasa aneh juga asing dalam diriku saat
mengucapkan “elo/elu dan gue” dalam
berkomunikasi. Aku tetap mempertahankan mengenai cara bicara dan gaya bahasaku,
walaupun dengan sedikit perubahan dari bagian “aku dan kamu” menjadi “aku
dan kau” karena gaya ini lebih dapat diterima di sini.
Setelah
beberapa waktu berlalu, aku belajar dan juga melihat adanya beberapa orang yang
tadinya memiliki gaya bahasa yang sama denganku, namun, mereka akhirnya
memutuskan untuk merubah gaya bahasanya agar tidak dianggap aneh sendiri. Dalam
hal ini aku tidak menghakimi atau menjelekan, tetapi apa yang aku temukan bahwa
dalam perubahan gaya bahasa yang ada, ternyata mempengaruhi juga dalam sikap
dalam berbicara, misalnya dalam bercanda kepada teman, dalam istilah biasa jika
ada teman yang sedang mengejek dengan maksud bergurau pastinya aku akan
merespon “Buset, parah, bisa aja.. Haha enggalah, apaan?”, lalu bukannya
membandingkan atau merasa diri lebih baik, tetapi beberapa dari mereka yang
merubah gaya bahasanya jadi menarik suatu budaya baru dalam menanggapi candaan,
misalnya “Haha.. T** lo!, Anj**g lo, G**lok, **e*t** lo!..”. Ehm,
baiklah bagaimana harus menyampaikan hal ini?
Menurutku, jika gaya bahasa yang kaku bisa
meningkatkan kesantunan dan sikap positif dalam berkomunikasi, kenapa tidak
untuk dipertahankan? Sedangkan merubah gaya bahasa malahan membawa diri pada
gaya komunikasi yang kasar dan mengurangi budi pekerti, apa gunanya?
Aku
mulai mengerti bahwa kata “nyeplos” yang artinya : bebas, tidak terhenti,
lepas. Adalah ungkapan dalam mengekspresikan sikap tak terbendung, salah
satunya adalah dalam gaya berbahasa. Dalam hal ini, lidah cenderung menyukai
hal-hal negatif untuk diucapkan dibandingkan dengan hal-hal positif dan dapat
membangun, Hmm.. kenapa ya?
Dari lidah bisa memotivasi teman, dari lidah yang
sama bisa menjatuhkan mental kawan.
Aku coba merenungkan jika aku menggunakan lidahku
untuk menjelekan teman dengan maksud membangunnya ke arah positif, baik dalam
menanggapi candaan atau menyapanya.
Bayangkan ada temanku yang sedang bercanda dan
kutanggapi dengan mengucapkan bahwa ia adalah sejenis binatang tertentu, Hmm..
adakah selera humor?
Entahlah,
Dalam berbahasa dan pergaulan, gaya bahasa dan
lingkungan sekitar ternyata sangat mempengaruhi pada perkembangan diri juga
tabiat, apakah ke arah yang lebih mulia, santun dan baik, atau sebaliknya.
Aku tetap menjaga akan lidah dan gaya bahasaku,
dalam tiap ucapan kuusahakan untuk tidak menikmati hal negatif, dalam hal ini
adalah perjuangan seumur hidup karena banyak kesalahan dalam berbicara. Lidah
memang sulit dikendalikan.