Jumat, 29 Mei 2015

The Unknown : Lingkaran Ikatan

[ Hujan Pagi Hari ]


--

Semua orang punya mimpi. Mimpi yang digunakan untuk mengarungi indahnya dunia, menembus dinginnya angkasa dan menyelam ke dalam gelapnya lautan terdalam.

Saat mimpi merupakan suatu motivasi hidup, semua makhluk mulai menyadari betapa hebatnya mimpi, dan bagaimana hubungannya dengan harapan dalam menaklukan hidup. Mimpi dan harapan; dua hal yang berdampingan.

Jika mimpi adalah bara api, maka harapan adalah kilatan petir yang menciptakan kobaran api besar untuk membakar hutan yang disebut kekelaman.


Berjalan dalam gelapnya lingkungan dosa, merangkak dan bersembunyi dalam kerumunan manusia.
Saat suhu dingin dari kabut subuh mulai menyapa, disertai hembusan angin yang menggelitik menembus dalam tulang, menggelitik kulit menaikan bulu halusnya menahan terpaan dingin.

'hash.. hashh'.. 'tapp.. tap.. tap..' .. berlari seorang anak muda berusia 18 tahun, dengan penampilan misterius dalam liku-liku asap kabut, mengenakan jubah hingga bagian bawah tubuh, rambut pendek hitam, nafasnya terengah kala ia terus berlari, tatapan matanya tajam, menyorotkan ambisi yang kuat dan tak mudah dikalahkan..
Berlari dan terus berlari... segerombolan orang mengejarnya dari belakang dengan cepat, menghancurkan apa yang mereka lewati dengan bekas hantaman dari rantai-rantai baja yang mereka pakai pada kedua tangan mereka..

'Terjebak kau, keparat!' bentak salah seorang dari gerombolan tersebut saat mereka telah berhasil mengepung pemuda misterius tersebut.
'Cobalah lari lagi..' 'kemanapun akan tetap kami kejar.. HAHAHA!'.. 'Sudahlah anak bodoh, dari pada sibuk berlari, lebih baik kau mulai belajar untuk kebal terhadap siksaan cambuk dari rantai ini!' bentak seorang yang maju dari antara kerumunan tersebut, mengibaskan rantai dikedua tangannya, menghempaskannya ke lantai dengan bunyi yang mengganggu dan kasar.. 'traakkk.. traassgghh.. traakkk!!'..
'tidak ada jalan lagi ya?' sahut pemuda yang terkepung tersebut disertai senyuman dengan lirikan tajam pada gerombolan yang mengurungnya dari segala arah..
'Fing.. fing.. fing..'.. 'Maaf?, boleh aku mengangkat telponku dulu?' tanyanya dengan wajah polos..
'keparat, bukan waktunya untuk menelpon, saat nasibmu akan berakhir dengan lumuran darah!'.. 'Haaakkkk!!'.. 'Trinnggg!, Trassskkk!!'.. beberapa hantaman diarahkan pada pemuda misterius tersebut secara beruntun, namun dapat ia hindari..'sial, bahkan menelpon sebentarpun tak boleh?.. kau kejam sekali' ledek pemuda tersebut.. 'boleh juga kau bocah keparat'... 'harghh!' teriak manusia rantai diiringi dengan rantai yang kembali ia arahkan pada pemuda tersebut.. kembali dengan mudah dapat pemuda tersebut hindari dengan mudah.
melihat hal tersebut, semua anggota gerombolan tersebut, tanpa diperintahkan langsung mengambil tindakan untuk membantu kawannya, segera mereka maju untuk menangkap pemuda misterius tersebut dengan mengarahkan tiap pukulan dan tendangan pada pemuda tersebut, namun berhasil ditangkis dan beberapa dari mereka terpental karena memperoleh tendangan dari pemuda misterius tersebut yang terus menghindar dan menyerang balik beberapa orang yang mencoba untuk menyerangkan.. 'sial, cukup repot disini' ucap pemuda tersebut.. 'Fing! Fing.. fing..' handphonenya kembali berbunyi. 'ahhh, disaat seperti ini..' keluhnya saat melirik layar handponenya dan melihat nama yang menghubunginya.. 'halo?, aku sedang sibuk.. tunggulah sebentar' ucapnya saat mengangkat panggilan telponnya dan kembali menutupnya dengan cepat..
'habisi keparat ini!' teriak pemimpin gerombolan tersebut, disambut teriakan beberapa orang yang begitu gemas untuk menghancurkan tubuh pemuda misterius tersebut.. 'matilah!'.
'Giliranku' balas pemuda tersebut dengan tatapan tajam melirik dengan cepat orang-orang sekitarnya.. sinar kecil ia keluarkan dari kedua tangannya, secara cepat percikan tersebut menjalar membentuk tirai api yang besar, membakar dan menghempaskan orang-orang yang disekelilingnya..
'fiuh, cukup merepotkan...eh?' ucapannya terhenti saat melihat seseorang masih berdiri dihadapannya dengan rantai dikedua tangannya.. 'jangan sombong kau bocah sialan..'..
'kau ini siapa?'.. '!!!' sentak kaget manusia rantai, saat pemuda misterius tersebut telah berada dibelakangnya.. 'sudah ya, aku ada urusan, sudah cukup main-mainnya'... segera terjatuh dan tak berdaya si manusia rantai, tergeletak ditanah dengan tatapan kosong pada matanya..
'ada apa?' sahut pemuda tersebut pada seseorang dihpnya..

---

Suasana makin dingin dengan kabut. Perlahan pemuda tersebut mendekati sebuah gang kecil yang mengarah pada suatu gudang tua ditepi danau.
'

Rabu, 27 Mei 2015

Teman Baru

Tempat tinggal baru. Sekolah baru. Tinggal penyesuaian diri dengan lingkungan.

Ken, nama panggilan orang padaku. Nama lengkapku adalah Ken Lip.
Aku berusia lima belas tahun. baru lulus dari sekolah menengah pertama dan akan melanjutkan ke jenjang SMA.
Kota ini, tempat baru yang keluargaku tempati, rumah baru dan suasana baru, jarak dari SMA yang akan akan menjadi sekolah juga tidak terlalu jauh dari rumah ini. berjalan sekitar 10 menit juga akan sampai.
"Tant?, warung sekitar sini dimana?" tanyaku pada tante Ani sambil memegang kemasan pasta gigi yang sudah kering, tante Ani adalah saudari ibuku.
"Ada didepan, jalan aja dekat pos kamling" balas tante Ani sembari mencoba menunjukan arah padaku..
"Jauh ya?"
"Nggak juga sih, dekat disitu.. jalan aja"
"Yaudah deh" balasku sembari berjalan walau dengan langkah gontai.

Beberapa langkah ku berjalan untuk membeli pasta gigi, sekitar beberapa meter dari rumah, warung yang tante Ani maksudkan sudah bisa terlihat.. langkahku makin kupercepat..
"Tolongg.. to.. tolongg" teriak seseorang tiba-tiba mengagetkanku dan membuat langkahku terhenti. segera ku menoleh kekiri dan kananku mencoba mencari sumber suara tersebut, fokusku tertuju pada semak-semak dipinggir jalan didepanku.. "Tolong.. tolongg" suara kembali terdengar dari balik semak tersebut. dengan cepat aku berlari menuju semak tersebut.. "Wahhh, kenapa??" tanyaku sembari mencoba meraih tangan seorang anak yang usianya mungkin sama dengan umurku sekarang.. "Ughh!" kukerahkan tenagaku untuk menariknya dari semak tersebut dan membantunya berdiri.. "makasih ya" sahutnya padaku sambil meringis kesakitan, sikutnya berdarah dan lecet.. "Iya sama-sama" balasku sambil nyengir agak prihatin dengan kondisi anak tersebut..

Ali, itulah namanya.. anak yang kutolong waktu itu..
Sebelumnya ia tengah asyik berburu burung-burung gereja yang beterbangan disekitar jalan, saat fokusnya teralihkan oleh pengejarannya akan burung gereja, tak sadar ia berlari kearah semak tersebut dipinggit jalan, kakinya terpleset oleh licinnya tanah disekitar semak tersebut, akhirnya iapun terjatuh dengan posisi terbalik, sehingga sulit baginya untuk berdiri sendiri, yang bisa Ali lakukan hanyalah berteriak minta tolong, dengan suaranya yang lirih..
Ku ajak Ali kerumah untuk mengobati lukanya, Ibuku datang dari dalam rumah membawa kotak P3K yang selalu tersedia untuk keluargaku (kalau-kalau ada yang cedera ataupun luka, sebagai antisipasi)..
Lukanya dibersihkan oleh ibuku, Ali hanya meringis perih saat lukanya dioleskan dengan alkohol 70% agar kuman tidak mengkontaminasi lukanya..

Semenjak kejadian itu, Ali dan aku menjadi teman dekat, beruntungnya lagi, ia juga sekolah diSMA yang sama denganku, dan kami pun sekelas, sama-sama baru masuk kelas 1 SMA tahun ini..
hubungan kami makin hari makin akrab, aku dan Ali sering pergi bermain, berburu burung gereja, makan bersama dirumahku bahkan sesekali Ali menginap denganku..

Tempat baru. Sekolah baru dan Sahabat baru.
Itulah kisahku..

Rabu, 06 Mei 2015

Harusnya dulu ku ungkapkan

Hembusan angin menyapaku dipagi ini. Lelah tubuh telah terganti oleh kekuatan baru yang diperoleh dari istirahat semalam. Terik sinar hangat mentari pagi mulai terasa disekitar halaman depan rumah ini. disinilah aku berada, didepan sebuah rumah sederhana namun penuh kehangatan, dihiasi banyak tumbuhan bunga pada taman depan.
Disebuah kursi kayu aku berada. Sesekali kuperhatikan sekitar, melirik beberapa tumbuhan yang ada didekatku, alangkah indahnya melihat tumbuhan-tumbuhan ini dipagi hari, serasa dikelilingi oleh alam nyata, walaupun hanya sebuah taman kecil.
perhatianku tertuju pada suatu bunga mawar yang telah memunculkan keindahannya, seingatku sehari sebelumnya hanya berbentuk kuncup kecil, namun sekarang telah muncul sebagai mawar indah dengan pesonanya.
Tidak sama dengan bunga mawar ditaman ini yang segar dipagi hari, mawar dihatiku malah mulai layu bahkan akan mati.

Tiga hari sebelumnya aku baru tiba ditempat ini.
Kepulanganku dari luar negeri untuk menempuh pendidikan telah membawaku kembali ketempat ini, dimana aku dilahirkan. Iya, kampung halamanku, tempatku bertumbuh menjadi seorang remaja pada masa itu.

Seperti remaja pada umumnya, aku juga memiliki kisah cinta seperti yang banyak remaja alami, namun mungkin juga tidak. Kisahku akan sedikit berbeda.
Pada awal masuk SMA dikelas satu, aku bertemu dengan seorang gadis cantik.
'Leoni' ucapnya padaku sambil menyalamiku.. 'Semoga lebih akrab ya kita..' lanjutnya lagi setelah melepaskan tangannya dari salaman dan muai menyapa murid-murid baru lainnya dikelas.. 'I... iya..' jawabku terbata saat itu, terlalu gugup saat disalamin oleh cewek cantik.
Seiring berjalannya waktu, semua murid-murid baru dikelasku mulai akrab dan menjadi semakin akrab, awalnya masih canggung, sekarang sudah bisa saling ejek, bercanda ria.. beda dengan anak lain yang suka berbaur dan memiliki banyak teman dikelas, yang akrab denganku hanyalah Leoni, orang pertama yang mengenalkan dirinya padaku dikelas ini.
kian hari hubungan kami makin erat, semakin dekat kami berdua, semakin jelas dan mantap pula perasaanku. Ya, aku mencintainya, sungguh menyayanginya..
sempat beberapa kali coba kuungkapkan rasa sayangku padanya, namun selalu saja tak bisa..
'Onyi..' nama panggilan akrab yang aku berikan padanya, karena memanggilnya Leoni terlalu panjang dan ribet diucapkan berulang kali.. 'kenapa?' tatapnya padaku menghentikan kegiatan tangannya yang sedang menyalin esai dari buku LKS ke sebuah lembaran.
Kusandarkan tubuhku ketembok, menghadap kearahnya, kebetulan ia duduk persis dibelakang kiri tempat aku duduk. suasana kelas sedang sepi dan entah mengapa hanya kami berdua saat itu, mungkin karena jam istirahat, jadi yang lain sedang pergi kekantin. kupikir saat itu adalah waktu yang tepat untuk memberitahukannya perasaanku..
'Onyi' panggilku sekali lagi, setelah melihat Leoni kembali menyalin esainya..
'ada apa sih? ngomong aja..' balasnya tanpa melihat kearahku dan sibuk dengan esainya..
'Liat sini dulu dong kalau aku lagi ngomong'
'yaudah ngomong aja, ini lagi sibuk nulis jawaban esai sejarah, kan abis istirahat ini akan dikumpulin'..
'yaudah deh ga jadi'
'kenapa sih?' balasnya meliriku singkat dan kembali dengan tulisannya..

entah kenapa begitu berat dan sulit bagiku mengungkapkan apa yang kurasa padanya, lidahku seolah berat dan sulit berbicara.. dalam hati selalu ingin berteriak 'aku sayang kamu Leoni'. namun lidah terus membeku saat kucoba mengutarakan rasaku padanya.
pernah sih kepikiran juga nulis surat dan ku kirimkan kerumahnya, namun sialnya saat surat tersebut kutaruh dibawah pintu rumahnya, yang menemukan surat itu adalah pembantunya dan malah dibuang karena dikira sampah. mungkin aku kurang ahli juga dalam membuat surat cinta, sehingga sulit membedakannya dengan sampah.

Sampai berakhirnya masa SMA, masih belum juga ku utarakan rasaku padanya.
kuingat saat perpisahan kami, Leoni mengantarkanku kebandara saat aku harus keluar negeri untuk kuliah.. hanya tepukan kecil pada pundak kananku dan senyuman.. 'sukses yaa kuliahnya.. semangat terus' ungkapnya yang membuatku terus semangat dalam kuliah saat tengah letih dan tak sabar untuk lulus dan kembali lagi, berharap bisa bertemu dengan Leoni lagi..

Saat hari pertama aku sampai ditempat ini.
aku sedang berjalan-jalan menikmati segarnya udara dan pemandangan indah desa ini, dengan pepohonannya yang rindang, sangat pas untuk jalan santai, ditambah dengan pesona lembah pembatas desa ini dengan desa seberang, benar-benar pesona yang indah.
langkahku terhenti, melihat seorang wanita yang sepertinya tak asing bagiku sedang mengendarai sepeda dan membawa  beberapa ranting kayu kecil bersamanya..
'Leoni?' sapaku saat ia mulai dekat
'Geral?' balasnya dengan sedikit senyum dan tatapan seolah tak yakin
'apa kabar?? baru datang?' lanjutnya lagi
'Iya, tadi malam baru sampai.. aku kabar baik' jawabku dengan senyuman
'kamu sendiri apa kabar?' lanjutku lagi..
'aku baik juga kok... kamu ngapain disini? mau kemana?'
'Ohhh... nggak kok, cuman jalan-jalan aja nikmatin udaranya aja, segar..' jawabku..
'Oh, yaudah.. aku lagi buru-buru nih' katanya setelah diam sejenak menatapku..
'Eh, iya okelah.. datang-datanglah main kerumah' ucapku saat ia mulai beranjak pergi..
'Oke'.

Sudah tiga hari aku menghabiskan waktu ditempat ini, sebelum akhirnya harus pergi kekota untuk bekerja. ada sebuah pekerjaan yang harus kulakukan.
Hubunganku dengan Leoni kembali seperti dulu, tetap dekat dan banyak mengobrol, bercanda tawa. sungguh bahagia ku rasa.
pada malam harinya, kuundang ia datang kerumahku untuk makan malam. Leoni datang memenuhi undanganku.. 'apaan sih, disuruh datang untuk makan?' katanya saat tiba dirumahku.. 'sebagai perayaan kita bertemu lagi' balasku dengan senyum..
kupersilahkan ia duduk dan kami mulai makan, banyak hal kami bicarakan dan tertawa bersama. begitu hangat suasana ini. kini tibanya kupikir saat yang tepat kuungkapkan kembali apa yang dulu kurasa, rasa itu tetap ada dan ku tak mau kali ini aku tidak mengungkapkannya..
'Onyi' panggilku.. 'Iya?' balasnya sambil memperhatikanku dan mulai menunjukan wajah serius karena melihat warna wajahku yang menunjukan keseriusan..
'aku gak akan ngomong banyak,dulu sangat sulit ku ungkapkan sama kamu' kataku.. 'ungkapkan apa?' tanyanya dengan wajah sedikit bingung.. 'aku mau kamu tau, aku sayang kamu, will you be mine?' ungkapku disertai jantungku yang berdebar-debar sedikit gugup bercampur rasa lega karena sudah kusampaikan..
'hah??' raut wajahnya berubah.. ia terlihat gelisah, wajahnya mulai memerah namun terlihat mencoba untuk tenang.. setetes air bening keluar dari mata indahnya... dengan menekan nafasnya ia coba berkata-kata.. 'Eral ......' .. 'Aku juga sayang sama kamu, tapi..' ungkapnya dengan terbata-bata disertai juga dengan detak jantungku yang tak menentu, apa yang akan dia katakan nanti..
'Aku sudah bersama yang lain' ucapnya dengan cepat, suaranya lebih tegas sambil mengelap air matanya, ia menatapku.. 'kamu terlambat, kenapa gak dari dulu bilang gitu?, sekarang aku sudah sama yang lain'.
'Ohh, yasudah.. gak apa-apa' balasku dengan sedikit senyum.. 'yang penting aku sudah nyatakan.... setidaknya sudah tersampaikan..' lanjutku dengan perasaan yang berat..

Suasana hangat yang sebelumnya kurasakan diruangan makan ini berubah drastis menjadi dingin dan kelabu. malam berlalu begitu lambat. Leoni pamit dari tempatku, kuantarkan ia sampai pagar depan dengan ekspresi hambar.
Ia menceritakan tentang bagaimana hubungannya sekarang, juga memberitaukan bahwa dulu ia mencintaiku namun kelihatannya aku tidak merespon, makanya ia memilih untuk memberikan cintanya pada yang lain.
Ia sebentar lagi akan menikah dengan seorang pria kampung sebelah.
Hanya ucapan turut bahagia dengan perasaan hambar yang bisa kusampaikan padanya malam itu.
Bodohnya aku, andai saja aku punya cukup keberanian pada masa itu, saat ia membuka hatinya bagiku.andai saja aku bisa fasih mengungkapkan rasaku, seharusnya ia jadi milikku, bukan dengan yang lain.
Hal yang telah berlalu biarlah, disinilah aku ditemani kursi kayu tua ini, dikelilingi tumbuhan bunga mawar yang tengah mulai mekar, sementara mawar dihatikupun mulai layu.
harusnya dulu kuungkapkan ........

Rabu, 29 April 2015

Tolonglah!, sedikit menghargai ..

Tegak kokoh, dengan corak warna abu-abu, cat tembok yang membaluti sebuah gedung, mendandani sedemikian rupa dengan tambahan puluhan jendela pada beberapa lantai ditiap bagian bangunan ini. masuk pada lorong pertama dipintu depan bangunan ini, mendapati sebuah tangga untuk menuju kearah lantai diatasnya. tiba dilantai dua, saat menegakan kepala sedikit keatas, terpampang jelas diawal lorong yang merupakan jalur tengah pemisah antar ruangan dan kelas "Fakultas Sastra" begitulah yang tertulis pada papan tanda diawal lorong ini, berjalan memasuki lorong kelas fakultas ini, bau khas cat tua dan hawa dingin dari AC merupakan jati yang dinikmati tiap orang yang melalui tempat ini.
Suasana riuh dan ribut disiang itu memecah keheningan dilorong, dari ujung ke ujung terdengar jelas teriakan, cekikikan dan tawa gurau para mahasiswa ditempat ini, begitu ramainya.

Masuk kedalam sebuah kelas yang berisi belasan mahasiswa, riuh dan ramai suara terus terdengar, terlihat beberapa orang tengah sibuk dengan gadgetnya, beberapa asik mengobrol dan suara lainnya merupakan tawa tak jelas.

duduk dikursi pojok kiri paling belakang. mengamati setiap tingkah dikelas ini, tak ada satupun yang menghiraukan sekitarnya, nampaknya tengah sibuk dengan urusannya sendiri.

Waktu menunjukan pukul 07.30, waktunya kelas dimulai.
entah mengapa sang dosen yang mengajar dimata kuliah hari ini tak kunjung datang, suara gaduh dikelaspun makin riuh, saat kedatangan seorang gadis yang memasuki kelas, disambut sontak teriakan histeris teman-temannya. apa yang terjadi?, ntahlah.. wanita memang suka melebih-lebihkan hal biasa, seperti halnya teriakan dikelas ini, hanya sebagai tanda selamat datang bagi teman yang baru tiba.

Suara ribut makin menjadi dikelas ini, dari pintu masuk kelas, terlihat seorang pria tua paruh baya, membawa map absen ditangan kanannya sembari menuju kearah meja depan, penampilannya seperti biasa, dengan rambutnya yang sudah tidak hitam lagi, kacamata andalannya yang selalu ia pakai, dan setelan pakaian ala tahun 90-an, celana panjang bahan berwarna hitam dan kemeja lengan pendek ciri khasnya.
beberapa orang terlihat memperbaiki arah tempat duduknya untuk mengarah kedepan, yang lain berjalan kekursinya, ada yang memasukan gadgetnya dalam tas dan yang lain sibuk mengeluarkan buku untuk kuliah hari ini.
"Selamat pagi" sapa sang dosen dengan nada sedikit keras namun nampak keramahan dalam suaranya.. "Selamat pagi sir,..." ..Selamat pagi.." .."Morning,," balas beberapa mahasiswa pada sapaannya... "Oke, kita akan kembali melanjutkan pembahasan kita minggu lalu.." tutur pria paruh baya ini.. "..silahkan dibuka bukunya.." lanjutnya lagi...

Pengajaran terus berlangsung selama beberapa menit, hingga masuk pada 30 menit waktu kuliah pagi itu.. materi yang ia berikan begitu baik dan menarik, caranyapun dalam menjelaskan bahan mata kuliah hari itu benar-benar hebat. dosen ini adalah orang yang hebat dan berilmu tinggi. sayang sekali, beberapa orang dikelas ini terlihat tak pedulia dengan apa yang ia bagikan... sebagian mulai kembali mengeluarkan gadgetnya, beberapa lagi mulai bisik-bisikan memmbicarakan hal lain.. suasana kelas mulai terasa gaduh kembali.. hanya bisa memperhatikan dalam suara riuh ini, bagaikan dipasar. apa yang mereka pikirkan, sampai tidak menghiraukan pria paruh baya ini yang terus serius dalam menjelaskan ilmu yang ia punya. suasana benar-benar kacau, hampir semua yang dalam ruangan ini tak peduli dengan apa yang ia bagikan. apa mereka tak mendengar apa yang ia bagikan?, tak sadarkah mereka bahwa ilmu yang ia berikan sangatlah berguna?

suara tawa terus menerus terdengar dari setiap sisi ruang ini, beberapa orang terus komat-kamit menyuarakan cerita kosong hidupnya yang tak berguna, bodohnya sang pendengar lawan bicara orang ini terus saja memperhatikan apa yang si bodoh katakan, seolah tak ada dosen yang sedang mengajar. seperti moral sudah tidak berlaku ditempat ini.

melihat suasana yang terus riuh dan ribut, bapak cendekiawan baik ini hanya bisa tersenyum, anehnya senyum yang ia berikan terlihat sangat tulus.. "Ayookk, kembali dilihat bukunya,.. sampai dimana kita.." tuturnya mencoba mengencangkan suaranya agar bisa mengalahkan banyak suara diruangan ini...

hanya beberapa yang memperhatikannya dan peduli dengan apa yang ia ajarkan.
"bosen banget sih nih mata kuliah.." celetuk seseorang disampingku kepada temannya.. "Iya, jam berapa sih??.." balas kawannya.. "Masih lama yak?" seseorang ikut nimbrung dalam percakapan tidak menghargai ini..
diisi oleh suara riuh kelas ini, pengajaran terus berjalan, dengan senyuman bapak cendekiawan baik ini menerangkan segala materi dari bahan dibuku yang ia bacakan dan dimiliki mahasiwa juga.
Luar biasa, sungguh kagum dengan kepintaran dan kehebatan bapak cendekiawan baik ini, ilmunya begitu tinggi, namun sayang.. dizaman ini tak banyak yang menghargai ilmu, apalagi mencarinya dengan sungguh.. hidup dengan gadget, sosmed, ngerumpi, nongkrong tidak jelas, mejeng di restaurant atau cafe-cafe mahal, mungkin itulah identitas hebat yang dipikirkan generasi ini..

tak terasa waktu terus berjalan, jam menunjukan pukul 09.10 .. mata kuliah hari ini telah selesai..
diakhir pengajaran, bapak cendekiawan baik kembali mengucapkan salam.. "..ok, I think it's enough for today.. you can read again the book which I gave to you yesterday.. agar kalian tahu materinya nanti.. see you soon, good morning, thanks for today.." tuturnya..
"Good morning sir..".. ".. Thank you siiiirrrr..." balas beberapa mahasiwa serentak dengan gembiranya...

Kelas berakhir.
terus memperhatikan beberapa orang yang keluar dari ruangan ini...
apa yang mereka katakan tadi?
"Thank you?"

apa yang mereka dapatkan?
selama jam kuliah berlangsung saja mereka terus ribut, sibuk dengan gadget?
apa mereka tau bahwa materi yang bapak tadi berikan benar-benar berguna?..

mungkin mereka bodoh, dan tak tau apa yang telah mereka lewatkan..
mungkin memang tidak perduli, lalu mengapa tetap ada ditempat ini?

terus teringat hal yang telah terjadi dikelas, bagaimana suasana ributnya, bagaimana ketidak pedulian yang terjadi, namun senyum penuh keraamahan terus terpancar dari bapak cendekiawan baik itu..
mengapa mereka mengabaikannya, mengapa ia tak mereka hargai, seolah apa yang ia bagikan tak berguna... malah lebih tertarik dengan gosip dan topik perbincangan tak jelas dengan orang bodoh disampingnya..

Mulai terlintas dalam pikiran, suara-suara protes dalam hati yang tak dikeluarkan dalam ucapan lidah..
pernahkah kalian berdiri didepan kelas atau suatu ruangan, kalian akan memberikan sesuatu yang sangat berguna bagi kehidupan.. bukan materi atau emas, uang.. atau apapun itu, hanya ilmu yang bisa mengatur segalanya, namun para makhluk bodoh yang didepan kalian merasa acuh?
pernahkah saat berusaha memberikan sesuatu yang baik namun diabaikan?
bagaimanakah rasanya saat tak dihargai?, masih bisakah kalian memberikan senyuman yang tulus pada mereka yang meludahi wajahmu dengan tingkah-tingkahnya?

Tolonglah, siapapun yang memberimu ilmu demi kebaikanmu, hargailah..
Tolonglah!!, sedikit saja menghargai..
setidaknya memperhatikan dan diamlah, walaupun tidak mengerti namun perhatikan saja ...

Minggu, 26 April 2015

BUSOH SENSEN ! The Front of Armament (T.F.O.A)

Yohooo
Ini adalah salah satu grup favoritku di Anime Crows, Worst.

Mungkin masih belum tau tentang apa sih TFOA itu?

TFOA adalah kelompok laki-laki nakal, seumuran anak SMA yang berkeliaran dijalanan dan membentuk koloni atau suatu kelompok disebut The Armament.
Apa sih tujuan kelompok ini?
di anime Worst Gaiden bagian kisah terbentuknya TFOA ini adalah bahwa kelompok ini dibentuk dengan tujuan untuk melindungi diri dari serangan geng-geng yang ada dikota.
kelompok anak muda yang bersahabat, suka berkumpul, bercanda bersama dan saling melindungi dalam kelompok, itulah The Front Of Armament.



Anime Crows identik dengan pertarungan anak laki-laki seumuran SMA hanya untuk bersenang-senang, saat mereka tumbuh dewasa akan mulai meninggalkan kehidupan kerasnya.
namun ada beberapa orang yang tumbuh dewasa dan melanjutkan hidup kerasnya dikota sebagai Yakuza.

TFOA bukanlah yakuza, kelompok ini terbentuk hanya karena persahabatan untuk saling melindungi sebagai keluarga. mereka ingin bebas dijalanan dan dapat bersanding dengan geng-geng ternama dikota. tak butuh banyak tujuan, TFOA ada hanya untuk melindungi kebebasan tiap anggotanya yang mempunyai visi, bertarung untuk melindungi kebebasan yang merupakan hak tiap orang.


Sesuai dengan slogan yang merupakan pondasi awal terbentuknya TFOA, oleh Suzuki Keizou, ketua pertama The Front of Armament, bahwa pertarungan dibutuhkan untuk melindungi kebebasan.






'Arming with spirit, we stand at the front line to protect our freedom' -- The Front Of Armament.
o
n
o
t
r
a
H
y
k
g
n
e
H