Engkaulah dingin udara yang kusesap lenyap,
kala sapa hujan pada malam yang malang,
Jiwamu adalah rintik musik kumandang alam—saatku sesat oleh hiruk pikuk hidup,
Nafasmu pengarah saat kalut merasuk kalbu—Engkaulah
jawaban atas pencarian yang tak kunjung aku jumpa artinya,
Engkaulah kiasan keindahan yang sejenak dinikmati—seketika
lenyap oleh sapuan deras air,
Temukan aku dalam merana—jumpailah kiranya
remukku, pada sisi lain tempat pijakmu,
Nyanyikan kembali bagiku nada kehidupan—karena hancur jiwaku,
Sembuhkan aku yang meracuni diri dengan
kesia-siaan,
Sudilah kiranya menjangkauku—merengkuh, dalam
keberadaan yang tak tentu—temukan aku,
Engkau,
senandung lesat—lepas; hanyut, pada liuk lalu
angin,
Engkaulah, sesap hidup yang senantiasa
kurindukan—tidak juga kutemukan,
keberadaanku sirna oleh hadirmu;
Andai malam dapat memberi jawab,
Andai datangmu adalah pelengkap.
(Sebuah catatan
malam rintik, pada warkop tepi jalan—dimana nyamuk dan percikan air menjadi
kawan)